Sebagian besar orang menganggap Tsunami Aceh adalah bencana alam 
murni, sebagian kecil lainnya melihat “out of the box” bahwa tsunami 
adalah hasil rekayasa senjata thermonuklir Amerika yang diujicobakan. 
Salah satu dari mereka, M.Dzikron AM, dosen Fak Teknik Unisba 
menjelaskan hipotesa tentang hal ini- NOAA, National Oceanic and Atmospheric Administration, beberapa kali merubah data magnitudo dan posisi episentrum gempa, serta kejanggalan tidak adanya peringatan pada ‘seismograf’ di Indonesia dan India. Secara sederhana, gempa selalu dipicu oleh apa yang disebut frekuensi elektromagnetik pada 0,5 atau 12 Hertz, dan bukan merupakan sebuah proses yang terjadi secara mendadak spt tsunami di Aceh.
 - Sebagian besar mayat yang ditemukan terbujur kaku dengan kulit berwarna hitam pekat, kematian akibat tenggelam tidak akan mengubah warna kulit sedemikian cepat dan sedemikian hitam, sebaliknya mayat-mayat hitam juga nampak pasca dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
 - Kapal-kapal perang Amerika berdatangan dengan cepat dan bertahan di Aceh selama beberapa bulan bukan sekedar memasukkan bantuan namun juga mengawasi wilayah laut agar peneliti Indonesia tidak turun ke sana.
 - Ditemukan sampah nuklir 2 bulan pasca tsunami di wilayah Somalia yang kemudian diungkap UNEP, yang diduga berasal dari Samudera Hindia.
 
Jenis senjata HAARP yang digunakan diperkirakan disebut Warhead 
Thermonuklir W-53 dengan kekuatan 9 megaton ternyata dapat dengan mudah 
ditempatkan dalam wadah yang mirip diving chamber (alat selam dalam) 
yang biasanya digunakan dalam eksploitasi minyak. Wadah ini sekaligus 
melindunginya dari tekanan sebesar 10.000 pon per inchi persegi di dasar
 palung laut dalam. Bobot total dengan wadahnya kurang dari lima ton, 
sehingga dapat dijatuhkan dari buritan kapal suplai anjungan pengeboran 
minyak lepas pantai. Metode teknologinya disebut SCALAR, yang 
menggunakan gelombang elektromagnetik untuk memanipulasi kekuatan alam.
Teknologi perusak berbasis gelombang elektromagnetik pertama kali 
dikenalkan saintis Rusia Nikola Tesla Saintis ini menjadikan bencana 
gempa di berbagai negara pada 1937 sebagai sampel penelitian. 
Selanjutnya, Tesla melakukan penelitian mengenai penciptaan alat yang 
mampu memunculkan gelombang frekuensi tinggi yang bisa memicu badai dan 
gempa tektonik. Setelah melalui berbagai penyempurnaan, alat itu mampu 
mengalahkan kekuatan Nuklir. Belakangan senjata pemusnah massal itu 
dikenal sebagai elektromangnetik SCALAR. Anehnya, rancangan Tesla ini 
kemudian hilang tak berbekas setelah ia meninggal dan muncul kembali 
dalam program HAARP, padahal ketika pertama kali ditawarkan kepada 
Pentagon, rancangan Tesla ini ditolak mentah-mentah.
Menurut Bertell, AS sudah melakukan uji coba sejak puluhan tahun lalu. 
Negeri Paman Sam menggunakan Barium dan Lithium yang “dikirim” ke 
lapisan ozon dengan bantuan gelombang elektromagnetik ke langit 
negara-negara asia. Teori Bertell didukung Michel Chossudovsky yang 
berprofesi sebagai analis persenjataan global. Chossudovsky menuduh 
Pentagon sudah lama membuat senjata untuk memanipulasi cuaca. April 
1997, menurut Menhan William Cohen, AS terpaksa menghadapi serangan 
senjata perubah cuaca dengan senjata sejenis. Demikian juga dengan 
penggunaan gelombang elektromagnetik pemicu gempa dan tsunami.
Apa yang dijelaskan Bartell dan Chossudovsky sebenarnya berada di luar 
nalar logika kita, sehingga kita lebih percaya bahwa sebuah tsunami 
terlalu musykil dibuat dan dirancang oleh manusia. Namun bila kita 
memikirkan isu apa yang saat ini digadang-gadang oleh Amerika dan 
sekutunya, khususnya mereka yang terlibat dalam manipulasi Pemanasan 
Global, maka senjata HAARP bukan lagi cerita fantasy Hollywood, seperti 
orang-orang di seluruh dunia yang sebelumnya tidak pernah percaya pada 
Bom Atom yang dijatuhkan Enola Gay ternyata hasil rekayasa teknologi 
nuklir yang pada masa itu dianggap begitu canggih.
Seperti kita ketahui HAARP (High Altitude Atmospheric Research Project) 
adalah senjata yang didisain untuk menciptakan bencana alam seperti 
gempa, badai dan tsunami. HAARP memiliki alasan sendiri untuk dijadikan 
sebagai kekuatan baru dalam isu pemanasan global, seperti dalam project 
teranyar mereka yang menggunakan ELF (Extremely Low Frequency) untuk 
menembus lapisan tanah dan es kemudian menghancurkan/melelehkan lempeng 
artik, melubangi ozon seperti yg sdh dijelaskan, membuat gempa spt di 
Haiti, China dan Korea, serta menciptakan ‘hurricane‘.


